Pages

Selasa, 29 September 2015

Another Twisted Story: On the Hospital Rooftop (part 1 of 3)

Noted: This short story is inspired by the text that kurniawangunadi posted in his tumblr. Which title is "Cerpen: Matahari Surga"

Mungkin aku ini hanya orang tua yang lugu. Mengidap schizophrenia dari sejak umur 20 terus menjaga keluguanku yang sudah berumur 34 tahun ini. Huh. Aku hanya bisa menyusahkan orang terdekatku saja. Yang setiap hari bekerja dan mencari uang, kemudian tiba - tiba kuhabiskan uang mereka dalam sekejap dengan perawatanku di rumah sakit ketika schizophrenia ini kambuh.

Terutama istriku. Ya, aku bersyukur mempunyai istri seperti dia. Sabrina namanya. Mungkin ibunya sabrina tau bahwa ia akan mendapatkan menantu sepertiku. Yang membutuhkan banyak pertolongan dan juga bantuan dari orang lain. Maka dari itu ia menamakan sabrina. Agar ia selalu sabar dalam menjalani kehidupan. Agar ia selalu sabar dan kuat meskipun 'berkedok' wanita. Agar ia selalu sabar dan tangguh meski ia diterjang badai apapun dalam statusnya sebagai seorang istri. Sabar... itu tercermin sekali dengan perilakunya.

Kata dokter, penyakit ini harus ditangani selama seumur hidup. Karena jika tidak, delusi dan halusinasi yang ada di dalam fikiranku ini akan memakanku hidup - hidup dengan bualan dan buaiannya. Meski perawatan sekarang tidak se-intensif dahulu, tetapi tetap saja biaya rumah sakit itu mahal. Dan aku tak kuasa untuk menyadari bahwasanya sudah banyak uang yang dikeluarkan oleh istriku dengan hasil usahanya dan juga hasil dari urunan uang sahabat - sahabatku dimana tempatku mengajar.

Tahun ini adalah 2029. Dimana aku sudah seharusnya menginjak tahun ke 12 dalam mengajar mata pelajaran olahraga di SMA 12 Jakarta Timur. 12 Tahun untuk 12 ya? Aku harap seperti itu. Tapi sebenarnya itu hanya perkiraan saja. Kau pasti bertanya, "Mengapa?".

Karena puncak penyakitku terjadi ketika di tahun 2023 lalu. Dimana ketika anak - anak kelas 11 waktu itu berekspektasi untuk ku bimbing dalam pelajaran olahraganya, ternyata aku justru sedang asyik dengan halusinasiku yang membawa diri ini ke medan jalan yang sedang tidak teratur. Yang membuatku juga dipecat sebagai guru disini.

Aku mengingat tentang... tembak-tembakan, dan juga aksiku dalam melewati 2 truk kontainer yang akan bertabrakan. Dan itu semua hanya ilusi. Yang terjadi sebenarnya adalah aku jatuh dari motor dan harus dibawa ke rumah sakit.

Ketika itu,dokter mengoperasiku yang sudah terlumur banyak sekali darah dan luka - luka yang telah terbuka hingga tulang yang terlihat menganga. Sangat mengenaskan kata istriku waktu itu,walaupun sebenarnya ia juga tidak diperbolehkan masuk ke ruang operasi oleh dokter. Kemudian setelah masa - masa 'vermak kulit' itu telah usai dan aku sudah siuman, aku melihat istriku. Pada awalnya saja. Kemudian 2 menit setelah itu, ada seorang laki - laki yang menjadi penyebab kecelakaan datang masuk menjengukku.

Ia laki - laki yang membersamaiku dalam aksi 'ugal-ugalan' yang kulakukan. Dan ia adalah laki - laki yang sama, yang telah muncul dari tahun 2015, tepat ketika aku berumur 20 tahun. Umur dimana aku mengalami ilusi,delusi, dan halusinasi schizophrenia pertamaku. Ia tidak terlihat bertambah tua, ia selalu membersamaiku, dan ia juga yang selalu mendorongku untuk melakukan hal - hal gila semenjak aku masih melajang.

Pada kunjungannya ini ia 'kembali' dengan baik-baik. Menyapaku seperti tidak pernah terjadi apa - apa sebelumnya.

"Kenny,bagaimana kabarmu?"

Aku diam.

"Hei, kenny. Aku disini. Tolong jawab aku. Maafkan aku yang telah membuatmu luka - luka seperti ini."

Aku masih diam. Istriku melihat ke arah tempat dimana aku melayangkan pandangan.

"Kenny, ayolah. Jangan karena kecelakaan ini kau jadi mendiamkan aku. Kita sudah berteman lama kan? Ayolah! Kau bangun sekarang dari tempat tidurmu dan kita kembali beraksi di jalanan. Just like old times, man!"

Aku menoleh kepada istriku dan berkata.

"Sayang, tolong usir Ben dari kamar ini. Aku tidak ingin dia ada disini, sayang.", kataku kepada istriku.

"Tapi sayang, disini tidak ada siapa - siapa kecuali kita berdua."

"Sayang, disana ada Ben. Aku tidak ingin melihatnya lagi. Tolong usir dia!", nadaku meninggi dan ingin menggerakkan tangan yang masih di infus ini ke arah Ben.

"Sayang, sayaaang, tenaannng..", Sabrina melihatku dengan tajam dan menahan laju tanganku di tempat tidur.

"Disini tidak ada siapa-siapa. Ben hanya ada di pikiranmu saja Kenny. Sudah berapa kali aku bilang bahwasanya kita akan bersama-sama menyembuhkan penyakit ini darimu.", Katanya. "Penyakit yang ada disini.", sambil menunjuk jidatku. Kemudian ia mengecup keningku, yang masih diperban tebal oleh dokter.

Itu ceritaku ketika di tahun 2023. Dimana 'manusia - manusia mekanik' belum banyak seperti sekarang.

Selanjutnya akan kembali kuceritakan terkait masa kini, dimana aku kembali terbaring di rumah sakit setelah terapi schizophrenia.

-- to be continued --

0 komentar:

Posting Komentar